(Review) The Stranger by Albert Camus - Kehidupan Ialah Sesuatu yang Absurd



The Stranger bisa dikatakan novel yang cukup pendek, namun memiliki konten yang membuat pembaca berpikir panjang.
Albert Camus merupakan jenis penulis yang menggunakan kata-kata sederhana, efektif, namun penuh filosofis. Peraih Hadiah Nobel Sastra pada tahun 1957 ini dikenal sebagai seorang yang eksistensialis dengan karya-karya yang bisa digolongkan keranah absurdis.
Pemikiran Camus yang absurd terhadap kehidupan manusia tertuang jelas pada novel-novelnya, demikian juga pada novel The Stranger ini. Manusia hidup untuk sebuah masa depan, dan bersamaan dengan itu juga masa depan sendiri mendekatkan manusia dengan kematian. Ini sungguh terkesan sangat ironis, walau jika dipikir-pikir fakta ini benar adanya.
Cerita  dalam The Stranger dituturkan lewat sudut pandang orang pertama dengan karkater seorang laki-laki yang punya cara pandang sederhana untuk menjalani hidup. Hal ini sangat terlihat jelas dari ucapan tokoh utamanya:
“Seseorang tidak pernah mengubah cara hidupnya; satu cara hidup akan sama baiknya dengan yang lain, dan cara hidupku sekarang ini sangat sesuai dengan diriku.”
Tokoh utama  The Stranger terkesan tidak punya tujuan hidup yang kuat untuk mencapai sesuatu. Ia digambarkan sebagai pribadi yang individual, spontanitas terhadap sebuah kejadian, namun juga dingin secara bersamaan. Karakter-karakter semacam ini sering kali tidak terlalu dipedulikan dalam kehidupan masyarakat, orang-orang nomor dua yang diperlukan hanya untuk mengisi sebuah kekosongan dan dianggap tidak terlalu penting.
Di sini lah hebatnya Camus, ia memberikan ruang tersendiri pada orang-orang seperti yang disebutkan di atas tadi, bahwa mereka juga manusia yang punya hak untuk hidup dan harus diakui keberadaannya. Camus membuat orang-orang semacam ini jadi sorotan karena sebuah peristiwa penting yang dipandang tidak wajar oleh kebanyakan orang pada umumnya. Dan sungguh tidak disangka karakter seperti ini mampu menginpeksi banyak karakter lain sehingga mereka bereaksi terhadap semua peristiwa yang terjadi.
Moralitas yang dimiliki oleh masyarakat umum tentang hubungan anak dan orang tua tergambar sangat kentara di bagian awal novel ini. Kematian ibu karakter utama yang sudah tua di sebuah panti jompo menyiratkan bahwa seharusnya setiap manusia menunjukkan rasa simpati atau kehilangan mereka pada apa-apa yang mereka cintai. Dan pandangan karkater utama yang terkesan datar serta biasa saja memberikan penilaian tersendiri; seberapa besar hatinya terhadap sang ibu.
Masyarakat sering kali menilai sesuatu dari apa yang mereka lihat, dari apa yang dilakukan oleh seseorang, tanpa mencoba memahami perasaan seseorang secara mendalam. Bahwasanya bersedih tidak selamanya harus menangis, dan tertawa belum tentu pertanda bahwa seseorang sedang bahagia.
Walau karakter utama di sini terlihat sangat cuek, akan tetapi lewat narasi-narasi sederhana yang ia ungkapkan secara gamblang jelas menyiratkan bahwa rasa kehilangan, amarah, serta rasa bersalah juga dimiliki olehnya. Hanya saja setiap orang punya cara tersendiri untuk menenggelamkan diri di dalam perasaan itu.
Ada satu bagian ketika karakter utama ditanya berapa usia ibunya. Karakter utama tidak tahu jawaban pastinya. Dengan ketidak tahuan itu bukan berarti ia tidak menyayangi ibunya. Ia hanya tidak tahu, selebihnya orang menganggap hal semacam itu penting, baginya itu bukan hal yang wajib untuk diketahui. Dan apakah ia menyayangi ibunya? Jelas ia sangat menyayangi ibunya, sebab alasan keberadaannya di dunia salah satunya adalah sang ibu.
Banyak hal menarik dikupas dalam The Stranger, semisal hal yang terkesan remeh dan sering kita lakukan kepada orang-orang yang sedang berduka. Kita sering kali memberikan empati berlebihan. Padahal belum tentu semua orang membutuhkan empati semacam itu. Contohnya saja karakter utama dalam novel ini, ia pada akhirnya muak dengan ucapan belasungkawa yang diterimanya dan sangat membenci cara orang memaklumi apa yang dilakukannya hanya karena ia kehilangan seorang ibu.
The Stranger terbagi atas dua bagian. Bagian pertama berkisar tentang karakter utama pasca kematian ibunya. Sedangkan bagian kedua banyak membahas tentang kesetiakawanan, cinta, keinginan manusia untuk melakukan tindak kejahatan, serta hukum yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat.
Semakin mencapai bagian akhir cerita, Camus mencoba bermain dengan hal yang lebih menarik dari sekadar penghakiman masyarat terhadap cara hidup seseorang. Camus membawa karakter utama ke dalam tindak kejahatan yang membuat ia harus bersentuhan secara langsung dengan aparat hukum, pengadilan, dan penjara.
Sebuah kejahatan berutal yang tidak termaafkan namun coba dikaitak dengan tragedi kehilangan karakter utama terhadap ibunya, menjadikan dua hal yang tidak terkait ternyata bisa mempengaruhi moral para pengadil untuk hukuman yang akan diterima. Serentetan kejadian yang terkesan kebetulan membawa karakter utama dalam sebuah pemikiran tentang makna kebebasan yang sesungguhnya.
The Stranger alias “Orang Asing” memang sangat cocok menggambarkan judul novel ini. Perasaan terasing karakter utama dari kehidupan homogen masyarakat disekitarnya membuat ia terlihat aneh. Padahal apa yang dilakukannya untuk hidup dengan penuh kejujuran, tanpa menunjukkan emosi palsu pada sebuah pristiwa adalah cara hidup yang benar, walau akhirnya semua itu menjadi semacam kutukan mengerikan yang mungkin berujung sesal.
Entah Camus seorang atheis? Sebab menilai dirinya dari satu novel ini bisa saja menjadi kesalahan besar. Namun salah satu adegan ketika seorang pendeta penjara mendatangi karakter utama untuk meminta pengampunan dosa, karakter utama selalu saja meyakinkan pendeta bahwa ia tidak membutuhkan hal itu. Desakan pendeta untuk mengubah idiologi malah membuat karakter utama menjadi sangat jengkel.
The Stranger sangat direkomendasikan untuk kalian semua, selain merupakan novel yang ringkas dan tidak memakan waktu banyak untuk dibaca. The Stranger juga menghadirkan banyak pemikiran panjang yang berbobot untuk direnungkan atau bahkan didiskusikan bersama para penikmat buku lainnya.
Kapan lagi bisa menemukan bacaan yang membahas soal moral, keadilan, agama serta individualitas dalam satu novel tipis. Dan sejauh ini, The Stranger menjadi novel pendek namun padat yang mengeksplorasi absurditas kehidupan dengan cukup terperinci dan penuh pesona.[]

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Sembarang Pakai Kata ‘Butuh” Dengan Urang Kutai

Pengakuan Anton Chekhov dalam cerpen-cerpennya