Harimau Putih Serupa Angsa Hanyalah Lelaki Harimau

Nama Eka Kurniawan memang sudah menjadi kualitas sebuah novel yang ditulisnya. Dan itu memang terbukti dari semua novel yang pernah ditulisnya, walau pun jarak terbit antara satu buku ke buku lainnya sangat jauh dan lama. Mungkin itu semua dilakukannya untuk menyuguhkan bacaan yang bagus, unik, dan luar biasa.

Kali ini Eka Kurniawan membawa pembaca kesebuah perkampungan dengan kisah yang penuh intrik dan agak rumit. Lelaki Harimau menawarkan sebuah pengalaman yang mungkin tidak akan terlupakan. Mengapa bisa demikian? Berikut ulasannya.

Pembuka novel ini diawali dengan sebuah kalimat sensasional dimana kalimat itu merupakan inti dari keseluruhan cerita yang akan diceritakan. Tidak tanggung-tanggung, yang diperlihatkan oleh Eka Kurniawan diawal kalimat merupakan ending dari cerita. Lalu apakah setelah itu isi novel ini malah menjadi membosankan? Saya rasa Eka Kurniawan punya formula jitu yang membuat pembaca tidak mau berhenti membaca novel ini hingga halaman terakhir.

Senja ketika Margio membunuh Anwar Sadat, Kyai Jahro tengah masyuk dengan ikan-ikan di kolamnya, ditemani aroma asin yang terbang di antara batang kelapa.....

Sungguh sebuah pembuka yg mencipta tanda tanya besar. Siapa Margio? Siapa Anwar Sadat? Mengapa ia membunuh Anwar Sadat. Lalu apa hubungannya dengan Kyai Jahro? Pertanyaan-pertanyaan itu akan dijawab sampai tandas dibuku ini sehingga menimbulkan sebuah alasan mengapa semua itu layak untuk terjadi.

Tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan novel ini. Walau hal itu bukan hal yang sangat mengganggu. Saat membaca novel ini dibagian tengah cerita saya sempat merasa sedikit bosan sebab ceritanya berjalan terlalu linier, namun dengan suntikan rasa penasaran di awal tadi, perasaan bosan itu bisa terlewati dan diganti dengan kejutan luar biasa yang membuat saya mengerutkan kening. Kok bisa Eka kurniawan kepikiran hal macam ini?

Eka Kurniawan memang memiliki teknik menulis yang sangat mempuni, ia menulis dengan sebuah resiko apakah ceritanya akan bisa bertahan dibaca hingga akhir atau hanya menjadi seperti minuman bersoda yg mengejutkan diawal saja! Dan menurut saya Eka Kurniawan berhasil membawa tema kemiskinan menjadi hal yang tidak terduga. Disampaikan dengan berani, tanpa terasa dibuat-buat atau pun cengeng.

Wajar saja jika akhirnya novel ini dipilih oleh IKAPI sebagai Book of Year 2015 dan diterjemahkan ke bahasa Inggris, Prancis, Italia, Jerman, dan Korea.

(Nilai : 4,5 dari 5)

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Sembarang Pakai Kata ‘Butuh” Dengan Urang Kutai

Pengakuan Anton Chekhov dalam cerpen-cerpennya

(Review) The Stranger by Albert Camus - Kehidupan Ialah Sesuatu yang Absurd