Mabuk Kursi Merah
Sudah
sejak lama aku berada di ruang ini, ruang dengan dinding berwarna krem, serta
pencahayaan yang sahdu bagai sepasang mata yang mengantuk. Sudah sejak lama,
hingga aku tidak bisa mengingatnya. Namun walau pun demikian aku masih bisa
mengingat beberapa hal yang terjadi tidak lama ini, terjadi tepat di depanku,
hanya berjarak jengkal atau bahkan terkadang tidak berjarak sama sekali.
Dia
seorang perempuan, perempuan yang memiliki aroma harum semerbak bunga-bunga
mekar di taman surga. Harum aromanya begitu kuat, sampai-sampai menempel di
tubuhku berhari-hari lamanya. Jelas saja aku tidak mengeluhkan aroma harum itu
sebab aku sangat menyukainya, ya benar-benar menyukainya karena aroma itu
seakan membawa kenangan masa lalu yang masih terlukis samar di ingatan.
Seingatku
perempuan itu bernama Bamega. Demikianlah laki-laki itu memanggilnya. Tapi
setelah ku pikir-pikir apa pentingnya nama perempuan itu, sebab nyatanya aku
tidak akan pernah bisa menyebutkan namanya, mencipta suara hingga bergema di
lorong telinganya.
Tak
lama setelah Bamega masuk ke ruangan berwarna krem tadi, dia langsung berjalan
menghampiriku, duduk berpangku denganku. Rambut hitamnya menyentuh permukaan
kulitku, membuat aku sedikit geli walau tidak sampai bergidik dibuatnya.
“Kau
membawa pesananku tadi kan?.” Tanya Bamega pada laki-laki yang masih berdiri
memerhatikannya.
Laki-laki
tadi melangkah mendekat, kemudian mengeluarkan beberapa botol minuman kaca
berwarna hijau, warna hijau itu seolah melukiskan kesegaran pepohonan di dalam
hutan. Botol kaca hijau tadi di susun di atas meja, jumlahnya cukup banyak
untuk jenis minuman seperti itu, bahkan cukup banyak jika diperuntukan untuk
mereka berdua saja.
“Tapi
aku harus pergi dulu!,” ucap laki-laki tadi dengan enggannya.
“Seberapa
lama, apa cukup waktu jika aku harus menunggumu,” ada nada kekecewaan terlantun
di suara tanya itu.
Laki-laki
tadi menggeleng. “Maafkan aku, ini prihal tentang kekasihku, tak bisa ditawar,
tak bisa kau tunggu.”
Tersungging
gerak di bibir Bamega, bukan gerak senyum memaklumi, tapi gerak cemberut yang
mengunci mulutnya dari kata-kata selanjutnya.
“Maafkan
aku!,” laki-laki tadi beranjak tanpa menunggu jawaban.
Bisa
kucium aroma alkohol yang keluar dari botol kaca berwarna hijau. Begitu irinya
diriku ketika kulihat bibir botol hijau itu menyentuh bibir merah Bamega yang
terlihat bak bunga mawar mempesona. Bukankah kami sama-sama tak berdaya, untuk
menentang atau pun melarang Bamega meminum semua botol yang tersusun rapi di
atas meja.
Matanya
berubah sangat merah walau sebelumnya juga merah karena tangis. Apa gerangan yang sudah dialaminya?. Aku
benar-benar penasaran. Apa dia sedih
karena laki-laki tadi pergi meninggalkannya demi seorang kekasih?. Bodohnya
aku jika sejak tadi hanya menebak.
Tiba-tiba
saja lamunku terbuyar ketika botol kaca hijau yang tadi dipegang Bamega, jatuh
lalu pecah di lantai keramik. Bamega terkulai lemah di atas pangkuanku, dia
bersandar bagaikan seorang bayi yang butuh kehangatan seorang Ibu. Dia
meringkuk mengangkat kakinya yang lunglai, kemudian tertidur dalam waktu yang
sangat lama. Lama hingga ada orang yang mengangkatnya lalu membawanya pergi
untuk selamanya.
~
Setelah
ingatan singkat tentang Bamega tadi berlalu menghitung bulan, aku masih saja
memikirkannya. Apa gerangan dengan pikirku ini, tak biasanya pikiranku bisa
bertahan selama ini. Bamega selalu membayang, rambut hitamnya, harum parfumnya
dan sentuhan lembutnya membuat aku merindu. Ya, rindu yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan,
rindu yang gila.
Lalu
untuk mengusir kerinduan itu, aku ciptakan beberapa cerita tentang Bamega,
tentang alasan tangisnya, tentang alasan mabuk yang menidurkan dirinya.
Bamega
adalah perempuan simpanan pembelenggu, setiap laki-laki yang dibelenggunya tak
akan bisa lepas begitu saja. Akan menjadi seperti rumah siput dan klomang, akan
menjadi air bagi seekor ikan, akan menjadi malam dan kunang-kunang, bahkan bisa
diibaratkan seperti gajah dengan gadingnya.
Namun
meskipun dia sangat membelenggu, tak satu pun laki-laki yang bisa menghabiskan
hidup sepanjang waktu bersamanya. Karena Bamega hanyalah seorang perempuan
simpanan, yang merupakan cadangan dan selalu menjadi nomor dua.
Terkadang
klomang pun bisa bosan dengan rumah siputnya, maka dia keluar dan
meninggalkannya begitu saja. Seperti ikan yang meninggalkan sebuah perairan,
seperti kawanan kunang-kunang yang muncul di tengah siang, dan seperti gading
yang akhirnya harus patah. Bamega di racun lewat minuman botol kaca berwarna
hijau, agar belenggunya lepas dan berakhir di ujung nafas.
Tapi
ini hanya rekaanku saja, dan aku merasa terlalu kejam mengakhiri kisah Bamega
seperti itu, sebab perempuan secantiknya tak pernah pantas mati dengan cara
diracun. Lebih pantas itu jika para laki-laki rela membunuh demi mendapatkan
balas cintanya.
Ah, mungkin lebih baik
ceritanya begini. Aku malah membuat persi lainnya lagi.
Bamega
baru saja mengalami putus cinta, bisa terlihat dari merah rona matanya bekas
menangis. Lalu dia menghubungi sahabatnya dan meminta sahabatnya itu
menemaninya untuk menghabiskan malam dengan mabuk-mabukan. Tapi ketika sudah
bersama sahabatnya. Sahabatnya itu malah pergi dengan alasan kekasih yang lebih
dicintai.
Kini
Bamega tinggal sendirian dengan beberapa botol kaca berwarna hijau yang siap
memabukkannya. Dia minum sepuas-puas nya, berharap sedih bisa berlalu, hingga
akhirnya minuman itu menidurkannya untuk selamanya.
Ah,
aku memang tak pandai membuat cerita, maafkan aku jika kalian berharap sebuah
cerita yang bahagia. Pada kenyataannya aku hanyalah sebuah benda mati yang
tidak berhak menceritakan ini semua, aku hanya benda mati yang kebetulan
mengagumi perempuan bernama Bamega. Dan mungkin kagumku itu sudah meningkat
menjadi mabuk kepayang. Mabuk!. Sepertinya memang demikian, sebab ketika kulihat
ke depan dengan seksama, botol-botol kaca berwarna hijau itu sudah kosong.
Ternyata
aku hanya sebuah kursi merah yang mabuk. Kursi merah yang mungkin saja sebentar
lagi akan lupa bahwa aku memang benar-benar mabuk.[]
________________________
Catatan penulis : Cerpen ini
terinspirasi dari fotonya Granito Ibrahim alias Nito yang diunggahnya di
facebook. Terima kasih sudah membaca cerpen ini hingga akhir, jangan lupa untuk
vote, komen dan share tulisan ini, karena atas dukungan kalian saya bisa
membuat cerita-cerita lainnya. Dan jangan lupa juga beli buku saya di Gramedia
dan toko buku lainnya yang berjudul “Bersamamu Dalam Batas Waktu.
Sumber Gambar : Granito Ibrahim
Comments
Post a Comment