Menunggu Tamu Penting
Sekitar
25 menit lagi pukul 10 malam, seperti janji yang sudah dibuat, tamu penting itu
akan datang. Aku duduk di sofa menunggu dengan sabar. Tiba-tiba pintu diketuk,
aku melirik ke arah jam dinding masih sekitar 20 menit lagi sebelum pukul 10
malam. Mungkin ia datang lebih awal!. Pikirku
yang langsung menuju pintu utama dan membukanya sembari memperlihatkan senyum.
Namun ternyata yang berdiri di depan pintu bukan tamu penting yang kutunggu,
melainkan tetangga sebelah rumahku. Dia seorang perempuan.
Sejak
tinggal di komplek perumahan itu, tetanggaku itu sering kali merepotkan, dia
sering meminta tolong berbagai hal, mulai dari membantunya mengganti lampu yang
tidak mau menyala, memperbaiki genteng bocor, sampai menyedot toiletnya yang
tersumbat. Aku orangnya tidak enakan apabila menolak orang yang meminta tolong,
walau kadang dengan berat hati jika masih bisa aku lakukan akan tetap aku
lakukan. Mungkin begitulah seharusnya hidup bertetangga.
Tetanggaku
datang membawa kucing peliharannya, ia meminta tolong padaku untuk menjaga
kucingnya sebab ia ingin pergi ke luar kota, katanya sih ada keperluan
mendesak, akan tetapi dilihat dari riasan yang menghiasi wajahnya, ia tidak
terlihat seperti orang yang tergesa-gesa. Aku ingin sekali menolak, walau
akhirnya tetap saja aku menyanggupi permintaan tolongnya. Sialan!
15
menit sebelum pukul 10 malam, pintu diketuk lagi. Aku membuka pintu sambil
menggedong kucing tetanggaku. Aku sangat berharap yang datang itu adalah tamu
penting yang kutunggu. Lagi-lagi aku agak kecewa sebab yang datang adalah
seorang pengantar pizza—eh, bukankah aku tidak pernah memesan pizza. Aku sempat
berdebat dengan kurir tadi dan bersikeras bahwa aku tidak memesan pizza, tapi
melihat wajah kurir tadi yang kebingungan, lelah, dan agak kesal, aku jadi tidak
enak hati, maka aku terima saja pizza tadi, membayar dan meminta maaf dengannya—walau
sebenarnya aku sama sekali tidak salah.
10
menit sebelum pukul 10 malam, pintu diketuk lagi. Dengan malas kubuka pintu,
seperti yang aku risaukan bahwa yang mengetuk itu bukan tamu penting yang
kutunggu, melainkan satpam yang biasanya berjaga di portal depan komplek.
Satpam tadi memberitahuku bahwa aku seharusnya mengunci pagar depan dan tidak
membiarkannya terbuka sebab di komplek sebelah beberapa rumah kemasukan maling.
Bekas
kehitaman yang terlihat jelas di bagian bawah mata satpam tadi menunjukkan
bahwa ia sudah cukup lama tak bisa tidur. Aku jadi kasihan padanya dan hanya
mampu menjawab iya apabila ia bicara dengan nada yang agak tinggi masalah pagar
tadi. Lagi-lagi aku harus meminta maaf dan berjanji akan mengunci pagar depan,
walau pada nyatanya aku tidak melakukan hal itu sebab aku sedang menunggu seorang
tamu penting.
5
menit sebelum pukul 10 malam, pintu diketuk lagi. Siapa lagi ini. Keluhku dalam hati. Sambil mengunyah pizza dan
menggendong kucing tetanggaku, aku membuka pintu . . . . . . . . tidak ada
siapa pun di depan pintu, aku mencari-cari ternyata memang tidak ada, aku
sampai ke luar depan pagar, tapi memang tidak ada siapa-siapa. Bulu kudukku
jadi merinding, bersamaan dengan itu juga kucing yang aku gendong mengeong tiga
kali. Aku memandangi pagar dan baru menyadari bahwa gembok pagar terkunci. Astaga!
Pukul
10 malam akhirnya datang, tapi tamu penting yang kutunggu tak pernah datang.
Listrik padam, rumah pun jadi gelap gulita.
Sumber gambar : https://blog.psprint.com
Haha...nyaris horor, dicari lucunya gak ketemu....
ReplyDeleteHahahaha ang itu horror haahhahaaha
Delete