Konspirasi Alam Semesta

Sudah dipastikan aku menjadi seorang pembangkang, karena kegelisahanku tak bisa diterima oleh setiap orang yang ada di jengkal mataku. Setiap kataku adalah salah, setiap lakuku dianggap marah, lalu kemana lagi aku bisa berserah? Kepada langit yang dijunjung oleh awan, kepada malam yang dipeluk oleh pahit, kepada diriku sendiri yang dipandang jalang macam binatang.
Tuhan . . ., akhirnya aku mengetuk pintu-Mu, meminta perlindungan dari-Mu, walau aku tahu sedari dulu aku terlalu banyak menyakiti-Mu
~
Aku menulis monolog itu ketika aku berada di dalam kapal taksi yang akan membawa ku pergi ke Samarinda. Aku duduk di bagian haluan tingkat dua kapal, memandang cakrawala luas yang hampir senja. Riak air mahakam yang dibelah oleh haluan kapal terdengar jelas walau suara mesin kapal bergemuruh tiada henti. Pepohonan yang tumbuh di sepanjang tepian sungai menggelap ditelan bayangan. Secara sadar aku merasakan sedih mengalir begitu kuat di dadaku, lalu naik menyesak menyerang pernafasanku, air mata perlahan mengisi kantong mata, tak terbendung dan sebentar lagi akan tumpah.
Beberapa kenangan coba kusapu bersamaan dengan gerak tanganku yang menyapu mata. Tentang orang-orang yang kukenal dekat lima tahun belakang ini, tentang kebahagiaan, kepahitan, dan banyak kegilaan yang tidak terhitung. Lalu semua orang marah dengan keputusanku.
Di belakangku hal-hal itu berada. Semakin lama kapal taksi semakin membawaku jauh dari mereka semua. Aku menginginkan perubahan, sedangkan orang-orang lebih suka aku yang sama. Orang-orang ingin bersamaku tapi tidak pernah berpikir tentang isi hatiku. Ini semacam konspirasi yang dilakukan oleh alam semesta pada dunia ini. Dan akulah dunia itu, setitik debu yang terjebak dalam sebuah galaksi, yang apabila aku berubah, maka hal-hal yang ada disekitarku akan diserang oleh bencana.
Kepeluk diriku sendiri, menyembunyikan perasaanku dari angin kencang sore itu. Aku ingat ibu, aku ingat bapak, aku ingat adek, dan aku ingat begitu mereka sangsi atas apa yang sudah aku putuskan.

Aku sudah lelah, aku ingin berubah.[]
Jika ingin mendengarkan monolog ini, videonya bisa kalian buka di instagramku @alpiannoor

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Sembarang Pakai Kata ‘Butuh” Dengan Urang Kutai

Pengakuan Anton Chekhov dalam cerpen-cerpennya

(Review) The Stranger by Albert Camus - Kehidupan Ialah Sesuatu yang Absurd